Pada tanggal 12 Oktober 1492, Christoper Columbus, berlayar dengan bendera kerajaan Spanyol, TERSESAT DALAM PELAYARANNYA MENUJU ASIA dan mendarat di pantai kepulauan Guanahani (sekarang San Salvador, di kepulauan Bahama). Di sana dia melakukan kontak dengan masyarakat lokal yang dikira penduduk wilayah India. Orang-orang ini yang kemudian disebut sebagai Indian, adalah suku Taino, yang telah mengukuhkan peradaban yang terbentang sepanjang kepulauan Karibia, dari Kuba sampai Trinidad.
Pada tahun 1492, ada sekitar satu juta orang Taino yang hidup dan tinggal di Karibia; lima puluh tahun kemudian, setelah pembunuhan besar-besaran yang tak kenal lelah, perbudakan dan berbagai penyakit yang ditularkan orang-orang Eropa, jumlah mereka tinggal kurang dari 25.000 (dua puluh lima ribu) orang, dan menjelang 1600 mereka sebagai masyarakat telah punah.
Nasib suku Taino kemudian juga diderita oleh sebagian besar penduduk asli Amerika, Australia, dan Pasifik Selatan, ketika orang-orang Eropa melakukan ekspansi kekuasaan ekonomi dan militer ke berbagai penjuru dunia selama 500 (lima ratus) tahun berikutnya. (Sumber: Francisco J. Gonzalez, "Autonomy Within Borders: Models of Self-Government for Indigenous Groups in the Context of Globalization", Hamline University School of Law, 2000).
Penjelajahan serta nama Christopher Columbus pun terukir di berbagai buku sejarah. Dan sejarah tentang Columbus pun diajarkan di sekolah-sekolah. Dia menjadi pahlawan besar dunia sebagai penemu benua Amerika, juga tokoh ilmu pengetahuan yang membuktikan bahwa bumi itu bulat kaya bola, bukan datar sebagaimana diyakini sebagaian besar masyarakat pada waktu itu.
Sayang sisi gelap, yang menjadi efek lanjutan dari penjelajahan itu, lenyapnya suku Taino, tidak pernah disinggung atau diulas dalam pelajaran sejarah di sekolah-sekolah. Pemusnahan suku-suku atau penduduk asli demi berkibarnya panji-panji imperialisme Eropa seolah sekedar dilihat seperti pendaki gunung yang membersihkan rumput ilalang yang menghalang demi pengibaran bendera di puncak gunung.
87 Tahun sebelumnya, Pada tahun 1405, delapan puluh tujuh tahun lebih sebelum penjelajahan Columbus, seorang pelaut Muslim China, laksamana Zheng He atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama Cheng Ho telah lebih dahulu mengarungi lautan dunia dengan jarak tempuh yang lebih panjang dan lebih luas dibanding seorang penjajah Colombus. Untuk melihat perbandingan berapa besar armada yang dipimpin Cheng Ho jika dibandingkan dengan penjelajah lain yang mengarungi lautan dunia setelahnya, bisa dilihat pada gambar dibawah ini.
Pada tahun 1492, ada sekitar satu juta orang Taino yang hidup dan tinggal di Karibia; lima puluh tahun kemudian, setelah pembunuhan besar-besaran yang tak kenal lelah, perbudakan dan berbagai penyakit yang ditularkan orang-orang Eropa, jumlah mereka tinggal kurang dari 25.000 (dua puluh lima ribu) orang, dan menjelang 1600 mereka sebagai masyarakat telah punah.
Nasib suku Taino kemudian juga diderita oleh sebagian besar penduduk asli Amerika, Australia, dan Pasifik Selatan, ketika orang-orang Eropa melakukan ekspansi kekuasaan ekonomi dan militer ke berbagai penjuru dunia selama 500 (lima ratus) tahun berikutnya. (Sumber: Francisco J. Gonzalez, "Autonomy Within Borders: Models of Self-Government for Indigenous Groups in the Context of Globalization", Hamline University School of Law, 2000).
Penjelajahan serta nama Christopher Columbus pun terukir di berbagai buku sejarah. Dan sejarah tentang Columbus pun diajarkan di sekolah-sekolah. Dia menjadi pahlawan besar dunia sebagai penemu benua Amerika, juga tokoh ilmu pengetahuan yang membuktikan bahwa bumi itu bulat kaya bola, bukan datar sebagaimana diyakini sebagaian besar masyarakat pada waktu itu.
Sayang sisi gelap, yang menjadi efek lanjutan dari penjelajahan itu, lenyapnya suku Taino, tidak pernah disinggung atau diulas dalam pelajaran sejarah di sekolah-sekolah. Pemusnahan suku-suku atau penduduk asli demi berkibarnya panji-panji imperialisme Eropa seolah sekedar dilihat seperti pendaki gunung yang membersihkan rumput ilalang yang menghalang demi pengibaran bendera di puncak gunung.
87 Tahun sebelumnya, Pada tahun 1405, delapan puluh tujuh tahun lebih sebelum penjelajahan Columbus, seorang pelaut Muslim China, laksamana Zheng He atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama Cheng Ho telah lebih dahulu mengarungi lautan dunia dengan jarak tempuh yang lebih panjang dan lebih luas dibanding seorang penjajah Colombus. Untuk melihat perbandingan berapa besar armada yang dipimpin Cheng Ho jika dibandingkan dengan penjelajah lain yang mengarungi lautan dunia setelahnya, bisa dilihat pada gambar dibawah ini.
Kapal yang digunakan Cheng Ho dengan panjang 400 kaki adalah jauh lebih besar jika dibandingkan dengan kapal Columbus yang panjangnya hanya 85 kaki. Sumber: http://www.international.ucla.edu/article.asp?parentid=10387
Cheng Ho melakukan penjelajahan dunia sebanyak tujuh kali dari tahun 1405 sampai 1433. Kapal-kapal Cheng Ho mengunjungi Nusantara, Thailand, India, Arabia, dan Afrika Timur. Bahkan ada beberapa spekulasi yang memperkirakan perjalanan kapal Cheng Ho jauh melampaui Semenanjung Harapan Afrika Selatan. Bahkan ahli sejarah Gavin Menzies memperkirakan bahwa Cheng Ho juga mencapai benua Amerika, meskipun banyak diragukan ahli lain karena dugaan Menzies kurang didukung bukti-bukti sejarah yang meyakinkan.
Penjelajahan Cheng Ho bukanlah suatu upaya untuk melakukan penaklukan atau penjajahan terhadap bangsa-bangsa lain oleh bangsa China. Perjalanan Cheng Ho lebih merupakan upaya untuk mengenal bangsa-bangsa lain dan juga untuk menjajagi kemungkinan untuk kerjasama perdagangan dan ekonomi dengan bangsa-bangsa lain. Cheng Ho membawakan kepada bangsa lain hadiah-hadiah seperti emas, perak, porselin, dan sutera; sebagai imbalannya Cheng Ho membawa pulang ke negaranya binatang-binatang yang tidak ada di negaranya seperti burung unta, zebra, unta, dan jerapah, dan juga membawa pulang gading gajah.
Laksamana Cheng Ho beragama Islam, dia seorang muslim. Profesor HAMKA menilai Cheng Ho punya andil dalam memperkuat penyebaran Islam di Nusantara. Slamet Muljana menulis bahwa Cheng Ho membentuk komunitas muslim di Palembang, kemudian di Kalimantan Barat, dan kemudian juga membentuk berbagai komunitas serupa di pesisir Jawa, semenanjung Malaysia dan Pilipina. (Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Zheng_He).
Sayangnya penjelajahan Cheng Ho tidak setenar penjelajahan Columbus. Penulisan buku sejarah tentang Cheng Ho juga sangat jarang. Jika sejarah tentang Columbus diajarkan dalam mata pelajaran sejarah dunia di semua sekolah, tidak demikian dengan sejarah Cheng Ho. Padahal penjelajahan Cheng Ho memberikan pelajaran berharga tentang hubungan antar bangsa di dunia. Perjalanan dan penjelajahan Cheng Ho tidak berlanjut dengan pendudukan, penjajahan dan pemusnahan penduduk asli dari wilayah yang dikunjunginya.
Kita bisa merasakan banyak pengaruh budaya China di banyak negara terutama di benua Asia. Tapi pengaruh budaya itu bukan pengaruh yang meniadakan budaya lain, tetapi justru memperkaya budaya-budaya asli setempat.
Serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa.
Cheng Ho melakukan satu ekspedisi lagi pada masa kekuasaan Kaisar Xuande pada 1426-1435) ke beberapa daerah dan negara di Asia dan Afrika, di antaranya Vietnam, Taiwan, Malaka/bagian dari Malaysia, Sumatra/bagian dari Indonesia, Jawa/bagian dari Indonesia, Sri Lanka, India bagian Selatan, Persia, Teluk Persia, Arab, Laut Merah, ke utara hingga Mesir, Afrika, ke selatan hingga Selat Mozambik.
JANGKAUAN PELAYARAN LAKSAMANA CHENG HO JAUH LEBIH LUAS DIBANDING COLOMBUS
Dalam khazanah keislaman, kehadiran Cheng Ho di Indonesia telah memunculkan wacana baru studi keislaman Indonesia. Cheng Ho berperan besar dalam pergolakan politik kerajaan-kerajaan di Jawa. Setidaknya, Cheng Ho memiliki andil besar dalam meruntuhkan Majapahit, Kerajaan Hindu terbesar dan berperan dalam membangun kerajaan Islam Demak pada tahun 1475.
Laksamana Cheng Ho beragama Islam, dia seorang muslim. Profesor HAMKA menilai Cheng Ho punya andil dalam memperkuat penyebaran Islam di Nusantara. Slamet Muljana menulis bahwa Cheng Ho membentuk komunitas muslim di Palembang, kemudian di Kalimantan Barat, dan kemudian juga membentuk berbagai komunitas serupa di pesisir Jawa, semenanjung Malaysia dan Pilipina. (Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Zheng_He).
Sayangnya penjelajahan Cheng Ho tidak setenar penjelajahan Columbus. Penulisan buku sejarah tentang Cheng Ho juga sangat jarang. Jika sejarah tentang Columbus diajarkan dalam mata pelajaran sejarah dunia di semua sekolah, tidak demikian dengan sejarah Cheng Ho. Padahal penjelajahan Cheng Ho memberikan pelajaran berharga tentang hubungan antar bangsa di dunia. Perjalanan dan penjelajahan Cheng Ho tidak berlanjut dengan pendudukan, penjajahan dan pemusnahan penduduk asli dari wilayah yang dikunjunginya.
Kita bisa merasakan banyak pengaruh budaya China di banyak negara terutama di benua Asia. Tapi pengaruh budaya itu bukan pengaruh yang meniadakan budaya lain, tetapi justru memperkaya budaya-budaya asli setempat.
Serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa.
Cheng Ho melakukan satu ekspedisi lagi pada masa kekuasaan Kaisar Xuande pada 1426-1435) ke beberapa daerah dan negara di Asia dan Afrika, di antaranya Vietnam, Taiwan, Malaka/bagian dari Malaysia, Sumatra/bagian dari Indonesia, Jawa/bagian dari Indonesia, Sri Lanka, India bagian Selatan, Persia, Teluk Persia, Arab, Laut Merah, ke utara hingga Mesir, Afrika, ke selatan hingga Selat Mozambik. JANGKAUAN PELAYARAN LAKSAMANA CHENG HO JAUH LEBIH LUAS DIBANDING COLOMBUS
Dalam khazanah keislaman, kehadiran Cheng Ho di Indonesia telah memunculkan wacana baru studi keislaman Indonesia. Cheng Ho berperan besar dalam pergolakan politik kerajaan-kerajaan di Jawa. Setidaknya, Cheng Ho memiliki andil besar dalam meruntuhkan Majapahit, Kerajaan Hindu terbesar dan berperan dalam membangun kerajaan Islam Demak pada tahun 1475.
Cheng Ho
orang terpenting ke-14
Sejarah mencatat Cheng Ho sebagai seorang
laksamana yang sangat disegani dalam sejarah dunia. Hal tersebut dapat
diketahui dari Majalah
Life yang menempatkan Cheng
Ho sebagai nomor 14 orang terpenting dalam
milenium terakhir. Dalam perjalanan
Cheng Ho tersebut menghasilkan Peta Navigasi Cheng Ho yang mampu mengubah peta
navigasi dunia sampai abad ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi
mengenai arah pelayaran, jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan.
Cheng Ho adalah penjelajah dengan armada kapal terbanyak sepanjang sejarah dunia yang pernah tercatat. Selain itu, juga memiliki kapal kayu terbesar dan terbanyak sepanjang masa hingga saat ini. Cheng Ho adalah pemimpin yang arif dan bijaksana, hal tersebut dapat dilihat dari armada yang begitu banyaknya, namun beliau dan para anak buahnya tidak pernah menjajah negara atau wilayah dimanapun tempat para armadanya merapat.
Semasa di India termasuk ke Kalkuta, para anak buah juga membawa seni beladiri lokal yang bernama Kallary Payatt yang mana setelah dikembangkan di negeri Tiongkok menjadi seni beladiri Kungfu.
Cheng Ho adalah penjelajah dengan armada kapal terbanyak sepanjang sejarah dunia yang pernah tercatat. Selain itu, juga memiliki kapal kayu terbesar dan terbanyak sepanjang masa hingga saat ini. Cheng Ho adalah pemimpin yang arif dan bijaksana, hal tersebut dapat dilihat dari armada yang begitu banyaknya, namun beliau dan para anak buahnya tidak pernah menjajah negara atau wilayah dimanapun tempat para armadanya merapat.
Semasa di India termasuk ke Kalkuta, para anak buah juga membawa seni beladiri lokal yang bernama Kallary Payatt yang mana setelah dikembangkan di negeri Tiongkok menjadi seni beladiri Kungfu.
ARMADA
Armada ini terdiri dari 27.000 anak buah kapal dan 307 (armada)
kapal laut. Terdiri dari kapal besar dan kecil, dari kapal bertiang layar tiga
hingga bertiang layar sembilan buah. Kapal terbesar mempunyai panjang sekitar
400 feet atau 120 meter dan lebar 160 feet atau 50 meter. Rangka layar kapal
terdiri dari bambu Tiongkok. Selama berlayar mereka membawa perbekalan yang beragam
termasuk binatang seperti sapi, ayam dan kambing yang kemudian dapat disembelih
untuk para anak buah kapal selama di perjalanan. Selain itu, juga membawa
begitu banyak bambu Tiongkok sebagai suku cadang rangka tiang kapal berikut juga tidak ketinggalan membawa
kain Sutera untuk dijual.
China's
maritime hero theme park
Treasure Boat Shipyard Site Park (Treasure
Boat Shipyard Site Park/ CNNGo)
Replika
kapal pertama Cheng Ho (alrahalah.com)
Salah satu
replika kapal di Treasure Boat Shipyard Site Park (flickrhivemind.net)
Pertama kali dibuka
pada tahun 2005, Treasure Boat Shipyard Site Park memperingati ulang tahun
ke-600 dari ekspedisi pertama Laksamana Zheng tahun 1405.
Setelah tujuh tahun
operasi sukses, taman menjalani renovasi Maret lalu.
"Kami
menghabiskan 4 juta RMB di renovasi - itu untuk Cina Hari Maritim Nasional pada
11 Juli 2013.
·
19
model kapal kuno
Taman galangan kapal,
terletak di sepanjang Sungai Yangtze, meliputi 132.000 meter persegi dan berisi
tiga kolam renang 600 tahun yang digunakan sebagai dermaga kering untuk
pembuatan kapal di awal abad 15.
Menurut sumber-sumber
Cina abad pertengahan, kapal yang terbesar dari Cheng Ho 52 meter lebar 127
meter, mereka dibangun di kolam ini pada 1404, sebelum perjalanan pertama
Zheng.
Renovasi terdiri dari
19 model kapal buatan tangan.
Model meliputi kapal
dari Zheng He, seperti kapal harta karun tiga meter-panjang dengan 12 layar.
Model-model lain termasuk
berbagai jenis model kapal dari sejarah Cina, termasuk kano kuno, sebuah kapal
perang multi-dek dari dinasti Han, Ming dan perahu dayung-roda dari dinasti
Qing.
"Semua kapal ini
adalah replika skala 1:40 dirancang dan buatan tangan lima tahun lalu.
http://travel.cnn.com/shanghai/life/china-maritime-hero-theme-park-reopened-978499
Di poskan oleh :
Faiz Ikhsan Muhammad
Maulani kurniawati
Piana Dewi
Rizky Atma Satria
0 komentar:
Posting Komentar