Cheng Ho atau Zheng He adalah
seorang pelaut dan penjelajah Tiongkok terkenal yang melakukan
beberapa penjelajahan antara tahun 1405 hingga 1433.
Cheng Ho adalah seorang kasim Muslim yang menjadi
orang kepercayaan Kaisar Yongle dari Tiongkok (berkuasa tahun
1403-1424), kaisar ketiga dari Dinasti Ming. Nama aslinya adalah Ma He,
juga dikenal dengan sebutan Ma Sanbao, berasal dari provinsi Yunnan.
Ketika pasukan Ming menaklukkan Yunnan, Cheng Ho ditangkap dan
kemudian dijadikan orang kasim. Ia adalah seorang bersuku Hui, suku bangsa yang
secara fisik mirip dengan suku Han, namun beragama Islam.
Dalam Ming Shi (Sejarah Dinasti Ming) tak terdapat banyak
keterangan yang menyinggung tentang asal-usul Cheng Ho. Namun hanya disebutkan
bahwa dia berasal dari Provinsi Yunnan, dikenal sebagai kasim (abdi) San Bao.
Dalam dialek Fujian biasa diucapkan San Po, Sam Poo, atau Sam Po. Sumber lain
menyebutkan, Ma He (nama kecil Cheng Ho) yang lahir tahun Hong Wu ke-4 (1371 M)
merupakan anak ke-2 pasangan Ma Hazhi dan Wen.
Saat Ma He berumur 12 tahun, Yunnan yang dikuasai Dinasti
Yuan direbut oleh Dinasti Ming. Para pemuda ditawan, bahkan dikebiri, lalu
dibawa ke Nanjing untuk dijadikan kasim istana. Tak terkecuali Cheng Ho yang
diabdikan kepada Raja Zhu Di di istana Beiping (kini Beijing).
Di depan Zhu Di, kasim San Bao berhasil menunjukkan
kehebatan dan keberaniannya. Misalnya saat memimpin anak buahnya dalam serangan
militer melawan Kaisar Zhu Yunwen (Dinasti Ming). Abdi yang berpostur tinggi
besar dan bermuka lebar ini tampak begitu gagah melibas lawan-lawannya.
Akhirnya Zhu Di berhasil merebut tahta kaisar.
Ketika kaisar mencanangkan program pengembalian kejayaan
Tiongkok yang merosot akibat kejatuhan Dinasti Mongol (1368), Cheng Ho
menawarkan diri untuk mengadakan muhibah ke berbagai penjuru negeri. Kaisar
sempat kaget sekaligus terharu mendengar permintaan yang tergolong nekad itu.
Berangkatlah armada Tiongkok di bawah komando Cheng Ho
(1405).
Pelayaran pertama ini mampu mencapai wilayah Asia Tenggara
(Semenanjung Malaya, Sumatera, dan Jawa). Tahun 1407-1409 berangkat lagi dalam
ekspedisi kedua. Ekspedisi ketiga dilakukan 1409-1411. Ketiga ekspedisi
tersebut menjangkau India dan Srilanka. Tahun 1413-1415 kembali melaksanakan
ekspedisi, kali ini mencapai Aden, Teluk Persia, dan Mogadishu (Afrika Timur).
Jalur ini diulang kembali pada ekspedisi kelima (1417-1419) dan keenam
(1421-1422). Ekspedisi terakhir (1431-1433) berhasil mencapai Laut Merah.
Cheng Ho berlayar ke Malaka pada abad ke-15. Saat itu,
seorang putri Tiongkok, Hang Li Po (atau Hang Liu), dikirim oleh kaisar
Tiongkok untuk menikahi Raja Malaka (Sultan Mansur Shah).
Pada tahun 1424, kaisar Yongle wafat dan digantikan oleh
Kaisar Hongxi (berkuasa tahun 1424-1425 dan memutuskan untuk mengurangi
pengaruh kasim di lingkungan kerajaan. Cheng Ho melakukan satu ekspedisi lagi
pada masa kekuasaan Kaisar Xuande (berkuasa 1426-1435).
Kapal yang ditumpangi Cheng Ho disebut 'kapal pusaka'
merupakan kapal terbesar pada abad ke-15. Panjangnya mencapai 44,4 zhang (138
m) dan lebar 18 zhang (56 m). Lima kali lebih besar daripada kapal Columbus.
Menurut sejarawan, JV Mills kapasitas kapal tersebut 2500 ton.
Cheng Ho melakukan ekspedisi ke berbagai daerah di Asia dan
Afrika, antara lain:
Vietnam
Taiwan
Malaka / bagian dari Malaysia
Sumatra / bagian dari Indonesia
Jawa / bagian dari Indonesia
Sri Lanka
India bagian Selatan
Persia
Teluk Persia
Arab
Laut Merah, ke utara hingga Mesir
Afrika, ke selatan hingga Selat Mozambik
Taiwan
Malaka / bagian dari Malaysia
Sumatra / bagian dari Indonesia
Jawa / bagian dari Indonesia
Sri Lanka
India bagian Selatan
Persia
Teluk Persia
Arab
Laut Merah, ke utara hingga Mesir
Afrika, ke selatan hingga Selat Mozambik
Sumber : http://kolom-biografi.blogspot.com
Cheng Ho melakukan ekspedisi paling
sedikit tujuh kali dengan menggunakan kapal armadanya. Armada ini terdiri dari
27.000 anak buah kapal dan 307 (armada) kapal laut. Terdiri dari kapal besar
dan kecil, dari kapal bertiang layar tiga hingga bertiang layar sembilan buah.
Kapal terbesar mempunyai panjang sekitar 400 feet atau 120 meter dan lebar 160
feet atau 50 meter.
Rangka layar kapal terdiri
dari bambu Tiongkok. Selama berlayar mereka membawa perbekalan yang beragam
termasuk binatang seperti sapi, ayam dan kambing yang kemudian dapat disembelih
untuk para anak buah kapal selama di perjalanan.Selain itu, juga membawa begitu
banyak bambu Tiongkok sebagai suku cadang rangka tiang kapal berikut juga tidak
ketinggalan membawa kain Sutera untuk dijual.
Majalah Life menempatkan Cheng Ho
sebagai nomor 14 orang terpenting dalam milenium terakhir. Perjalanan Cheng Ho
ini menghasilkan Peta Navigasi Cheng Ho yang mampu mengubah peta navigasi dunia
sampai abad ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi mengenai arah
pelayaran, jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan.
Cheng Ho adalah penjelajah
dengan armada kapal terbanyak sepanjang sejarah dunia yang pernah tercatat.
Juga memiliki kapal kayu terbesar dan terbanyak sepanjang masa hingga saat ini.Selain
itu beliau adalah pemimpin yang arif dan bijaksana, mengingat dengan armada
yang begitu banyaknya beliau dan para anak buahnya tidak pernah menjajah negara
atau wilayah dimanapun tempat para armadanya merapat.
CHENG HO DAN INDONESIA
Cheng Ho mengunjungi kepulauan di Indonesia selama tujuh
kali. Ketika ke Samudera Pasai, ia memberi lonceng raksasa “Cakra Donya” kepada
Sultan Aceh, yang kini tersimpan di museum Banda Aceh.
Tahun 1415, Cheng Ho berlabuh di Muara Jati (Cirebon), dan
menghadiahi beberapa cindera mata khas Tiongkok kepada Sultan Cirebon. Salah
satu peninggalannya, sebuah piring yang bertuliskan ayat Kursi masih tersimpan
di Keraton Kasepuhan Cirebon.
Pernah dalam perjalanannya melalui Laut Jawa, Wang Jinghong
(orang kedua dalam armada Cheng Ho) sakit keras. Wang akhirnya turun di pantai
Simongan, Semarang, dan menetap di sana. Salah satu bukti peninggalannya antara
lain Kelenteng Sam Poo Kong (Gedung Batu) serta patung yang disebut Mbah
Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Poo Kong.
Sumber : mgmpsejarahma.wordpress.com
Sam Po Kong
Kelenteng Gedung Batu Sam
Po Kong adalah
sebuah petilasan, yaitu bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama
seorang Laksamana Tiongkok beragama islam yang bernama Zheng He / Cheng Ho. Terletak di daerah Simongan, sebelah barat
daya Kota Semarang. Tanda yang menunjukan sebagai bekas
petilasan yang berciri keislamanan dengan ditemukannya tulisan berbunyi
"marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Al Qur'an".
Disebut Gedung Batu karena
bentuknya merupakan sebuah Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit
batu., orang Indonesia keturunan cina menganggap bangunan itu adalah sebuah
kelenteng - mengingat bentuknya berarsitektur cina sehingga mirip sebuah
kelenteng. Sekarang tempat tersebut dijadikan tempat peringatan dan tempat
pemujaan atau bersembahyang serta tempat untuk berziarah. Untuk keperluan
tersebut, di dalam gua batu itu diletakan sebuah altar, serta patung-patung Sam
Po Tay Djien. Padahal laksamana cheng ho adalah seorang muslim, tetapi oleh
mereka di anggap dewa. Hal ini dapat dimeklumi mengingat agama Kong Hu Cu atau
Tau menganggap orang yang sudah meninggal dapat memberikan pertolongan kepada
mereka.
Menurut cerita, Laksamana Zheng He sedang berlayar melewati
laut jawa ada seorang awak kapalnya yang sakit, ia memerintahkan membuang sauh.
Kemudian ia merapat ke pantai utara semarang dan mendirikan sebuah masjid di
tepi pantai yang sekarang telah berubah fungsi menjadi kelenteng. Bangunan itu
sekarang telah berada di tengah kota Semarang di akibatkan pantai utara jawa
selalu mangalami pendangkalan diakibatkan adanya sedimentasi sehingga
lambat-laun daratan akan semakin bertambah luas kearah utara.
Konon, setelah Zheng He
meninggalkan tempat tersebut karena ia harus melanjutkan pelayarannya, banyak
awak kapalnya yang tinggal di desa Simongan dan kawin dengan penduduk setempat.
Mereka bersawah dan berladang ditempat itu. Zheng He memberikan pelajaran
bercocok-tanam serta menyebarkan ajaran-ajaran Islam.
0 komentar:
Posting Komentar